Pemerintah Utamakan Prinsip Kehati-hatian Tangani Pemulangan WNI di Diamond Princess
3 min read
Pemerintah terus berupaya untuk mengevakuasi warga negara Indonesia (WNI) yang masih berada di atas kapal pesiar Diamond Princess yang berlabuh di Pelabuhan Yokohama, Jepang. Saat ini, pemerintah Indonesia masih berkomunikasi dengan otoritas pemerintah Jepang terkait proses pemulangan WNI tersebut. "Saat ini juga terus bernegosiasi dengan pemerintah Jepang mengenai upaya, teknik, cara yang paling baik untuk bisa mengeluarkan mereka. Jadi ini nego terus. Kita nego tapi harus dengan caranya jangan semaunya sendiri. Kalau caranya semaunya sendiri saya membentuk episentrum baru. Enggak boleh," papar Terawan sesuai keterangan pers Biro Pers Istana Kepresidenan, Senin (24/2/2020).
Terawan menjelaskan, pemerintah berupaya untuk menjaga agar 264 juta jiwa penduduk Indonesia selamat dari wabah virus korona, di samping tetap memberikan perhatian kepada WNI yang ada di Jepang. Menurutnya, pemerintah Indonesia sangat berhati hati dan tidak tergesa gesa agar bisa melaksanakan evakuasi dengan baik. "Kita hati hati. Negara kita sangat berhati hati dan mengikuti kaidah kaidah apa yang sudah ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan itu akan kita lakukan dengan tertib dan ketat," ujarnya.
"Supaya kita tetap green zone ya. Tapi juga tidak menyepelekan keadaan yang di sana. Tetapi tata caranya kan kita tahu, cara yang tepat untuk melakukan pemindahan tanpa harus melakukan membuat episentrum baru," imbuhnya. Seperti diketahui, kapal Diamond Princess telah menjalani proses karantina usai sejumlah penumpang maupun awaknya positif terinfeksi virus korona, termasuk sembilan WNI dari Indonesia. Kesembilan WNI tersebut kini sedang menjalani perawatan di rumah sakit di Jepang.
"WNI yang kena kan juga dirawat oleh pemerintah Jepang yang sembilan orang itu," ungkap Terawan. Selain sembilan orang tersebut, ada sejumlah WNI lainnya yang masih berada di kapal pesiar Diamond Princess. Dalam keterangan persnya di Jakarta, Kamis, 20 Februari 2020, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa pemerintah terus memastikan agar semua WNI tersebut mendapatkan perlakuan sesuai dengan protokol kesehatan WHO.
"Kita ingin memastikan bahwa mereka mendapat perlakuan sesuai dengan protokol kesehatan yang sudah dikeluarkan oleh WHO. Sekarang ini yang 74 itu masih berada di kapal. Kita masih terus membahasnya dengan otoritas di Jepang," kata Presiden saat itu. Para Pekerja Migran Indonesia (PMI) asal Bali yang berada di kapal pesiar ingin segera pulang. Kapal pesiar tersebut dikabarkan diterjang wabah saat bersandar di Perairan Yokohama Jepang.
Namun nyatanya, evakuasi ini tidak serta merta bisa dilakukan. Sekretaris Jenderal (Sekjen) , mengatakan, bahwa evakuasi ini tergantung lobi lobi antara pemerintah Indonesia dengan Jepang. Dia menuturkan, walaupun terjadi evakuasi hari ini misalnya, harus tetap mengikuti mekanisme sesuai dengan arahan Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).
Saat ini, menurutnya, pemerintah masih memikirkan proses evakuasinya, apakah melalui jalur laut atau diterbangkan. Menurutnya, yang memutuskan nasib ABK di sana sebenarnya merupakan keputusan bersama, yakni antara pemerintah Indonesia dengan Jepang serta berkoodinasi dengan otoritas pelabuhan di Yokohama. "Tapi kalau mereka dinyatakan aman untuk dievakuasi pasti akan dievakuasi," tuturnya.
Budiasa menuturkan, penumpang dalam kapal tersebut memang sudah dievakuasi, namun Anak Buah Kapal (ABK) masih berada di dalam kapal. Jika dalam situasi kegawatdaruratan, sesuai dengan prosedur memang penumpang yang harus didahulukan atau diprioritaskan. Sementara ABK menjadi satu awak dengan kapalnya.
"Jadi sebenarnya dia (ABK) yang seharusnya memberikan service kepada passenger," tuturnya. Ia menjelaskan, bahwa pertama kali yang terkena dalam kapal tersebut adalah penumpangnya. Menurutnya, berita terakhir di media mengatakan, ada sekitar tiga hingga empat orang ABK Indonesia yang ikut terinfeksi.
"Apakah ini memang up to date, apakah memang itu dikeluarkan oleh pemerintah, itu yang saya melihatnya masih sumir. Saya sendiri belum dapat informasi tentang itu," jelasnya. Dia menilai, karena kapal ini juga merupakan sebuah perusahaan, dengan asalan privasi makanya Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) agak tertutup mengenai hal tersebut. Dia berharap, agar pemerintah secara persuasif menghubungi keluarga ABK yang bersangkutan untuk memberikan ketenangan.
"Kalau tertutup pun tidak jadi masalah sebenarnya, tapi minimal pihak keluarga dikasi tahu biar mereka tidak was was," kata dia. Ia juga berkeyakinan, bahwa para ABK sudah secara intensif menghubungi pihak keluarga untuk berkomunikasi. Hal itu karena para ABK di atas kapal tidak dilakukan pembatasan untuk melakukan komunikasi.
"Mungkin hal itu juga yang menyebabkan tidak ada satupun pihak keluarga yang saya dengar melapor kepada instansi, pemerintah atau kami sendiri di KPI," jelasnya.