Kami Tak hendak Gegabah Dewas KPK Tanggapi Kritik ICW Soal Penanganan Dugaan Pelanggaran Etik Firli
3 min read
Indonesian Corruption Watch (ICW) menyebut Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) lamban dalam memproses dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri. Sebab sampai saat ini belum ada keputusan terkait proses tersebut. Dikonfirmasi terkait hal tersebut, anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengklaim pihaknya bekerja secara profesional.
Pihaknya bekerja tidak berdasarkan dorongan pihak luar. “Seperti pernah saya sampaikan, Dewas bekerja profesional. Kami tak mau gegabah dan tergesa gesa,” kata Haris lewat pesan singkat, Kamis (6/8/2020). Haris juga memastikan pihaknya tak akan dengan sembrono memutuskan pelanggaran etik tanpa fakta, bukti bukti, dan keterangan pendukung yang cukup.
“Dewas tidak akan begitu saja menetapkan seseorang melanggar etik tanpa fakta, bukti, dan keterangan pendukung yang cukup. Penetapan seseorang melanggar etik atau tidak harus melalui persidangan etik. Jadi bersabarlah,” kata Haris. Karena itu, ia tak mempermasalahkan bila Dewas dianggap lamban. Menurutnya, kritik masyarakat merupakan kontrol sosial yang membangun. “Jika ada pihak yang menilai dewas bekerja lamban dalam menangani laporan dugaan pelanggaran etik, ya silakan saja. Apapun kritik publik tentu harus kami terima sebagai masukan untuk perbaikan kinerja Dewas dan KPK pada umumnya ke depan,” kata dia.
Ewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengaku telah mengumpulkan seluruh keterangan dari beberapa pihak terkait perjalanan mewah yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri saat pulang kampung ke Palembang. Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan mengatakan, pihaknya telah melakukan klarifikasi dan meminta keterangan ke beberapa pihak termasuk keterangan Firli Bahuri. "Dewas telah melakukan klarifikasi terhadap masalah ini dengan meminta keterangan dari berbagai pihak termasuk dari Firli dan termasuk juga yang lain lainnya, termasuk yang ada di luar penyedia jasa heli dan saat ini sudah dikumpulkan," kata Tumpak dalam acara kinerja semester I Dewas KPK, Selasa (4/8/2020).
Lebih lanjut, ia mengatakan apabila Dewas menemukan ada dugaan pelanggaran etik, maka Dewas KPK akan melakukan sidang kode etik terhadap Firli Bahuri. "Dewas akan melakukan pemeriksaan pendahuluan tentang itu dan apabila nanti dewas dalam pemeriksaan pendahuluan ada pelanggaran etik maka akan kita (dewas) sidang," kata Tumpak. Tumpak juga membuka kemungkinan sidang pelanggaran kode etik bisa saja dilaksanakan Agustus atau Desember nanti.
"Bulan Agustus mungkin kita lakukan sidang etik, mungkin nanti Desember setelah selesai semua tapi mudah mudahan tidak ada karena memang tidak ada pelanggaran etik," jelasnya. Tersorotnya gaya hidup mewah Firli Bahuri bermula saat Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengadukannya kepada Dewas KPK. Firli diduga menggunakan helikopter milik perusahaan swasta dalam perjalanan untuk kepentingan pribadinya bersama keluarha dari Palembang ke Baturaja.
"MAKI telah menyampaikan melalui email kepada Dewan Pengawas KPK berisi aduan dugaan pelanggaran kode etik oleh Firli Ketua KPK atas penggunaan helikopter mewah untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja pada hari Sabtu, tanggal 20 Juni 2020," kata Boyamin dalam keterangannya, Rabu (24/6/2020). Menurut Boyamin, penggunaan helikopter itu diduga merupakan bentuk bergaya hidup mewah karena perjalanan dari Palembang ke Baturaja hanya butuh empat jam perjalanan menggunakan mobil. "Hal ini bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK dilarang bergaya hidup mewah apalagi dari larangan bermain golf," kata Boyamin.
"Tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama Insan Komisi," demikian bunyi poin 27 aspek integritas aturan tersebut kata Boyamin. Diketahui, Peraturan Dewan Pengawas KPK Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK mengatur bahwa insan KPK tidak boleh menunjukkan gaya hidup hedonisme. Boyamin pun melampirkan tiga buah foto yang menunjukkan kegiatan Firli, termasuk saat Firli menumpangi helikopter berkode PK JTO tersebut.
"Helikopter yang digunakan adalah jenis mewah (helimousin) karena pernah digunakan Tung Desem Waringin yang disebut sebagai Helimousine President Air," kata Boyamin. Boyamin juga mempersoalkan Firli yang tampak tidak menggunakan masker saat sudah duduk di dalam helikopter. Menurut Boyamin, hal itu bukan penerapan protokol kesehatan yang baik di tengah wabah Covid 19.
"Hal ini bertentangan dengan statemen Firli yang hanya mencopot masker sejenak ketika ketemu anak anak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya. Hal ini bisa diartikan Firli tidak memakai masker mulai ketemu anak anak hingga naik helikopter," kata Boyamin.