Sun. Jun 4th, 2023

FIFABR

Artikel Kesehatan Olahraga

Anies Baswedan Kini Blak-blakan Sebut Data Virus Corona Disembunyikan Sejak Awal

5 min read

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengklaim sudah mulai memonitor dan melacak kasus kasus potensial terkaitCovid 19sejak Januari 2020, atau dua bulan sebelum pengumuman kasus pertama positifCovid 19 yang disampaikan Presiden Joko Widodo pada 2 Maret 2020. Dalam kesempatan wawancara bersama media Australia The Sydney Morning Herald dan The Age ,Gubernur DKI JakartaAnies Baswedanberani blak blakan tentang langkah yang telah ditempuh Pemprov DKI untuk melacak kasus Covid 19 dan pendapatnya yang berseberangan dengan pemerintah pusat. Kepada dua media asing tersebut,Aniesmengaku mulai melakukan langkah antisipasi Covid 19 sejak Januari 2020, setelah mendengar kasus soal virus baru diWuhan, China.

Padahal, saat itu, dia masih mengenal penyakit dari Wuhan tersebut dengan nama pneumonia Wuhan. "Kami mulai mengadakan pertemuan dengan semua rumah sakit di Jakarta, menginformasikan mereka tentang apa yang saat itu disebutpneumoniaWuhan, saat itu belum disebutCovid," ujar Anies dalam artikel The Sydney Morning Herald yang terbit pada 7 Mei lalu. Anies sebenarnya sudah berulang kali menyampaikan pernyataan serupa dalam sejumlah rapat maupun konferensi pers dengan media nasional.

Salah satunya saat mengumumkan kegiatan belajar di sekolah dihentikan sementara pada 14 Maret 2020. Kala itu, dia menegaskan telah melacak kasus Covid 19 sejak Januari 2020. "Kami di Pemprov DKI Jakarta mengantisipasi penyebaran Covid 19 ini sejak bulan Januari," kata Anies saat itu.

Anies kembali menyampaikan pernyataan serupa saat melakukan konferensi video dengan Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin, 2 April 2020. Dia menyampaikan langkah langkah yang dilakukan Pemprov DKI untuk mengantisipasi kasus Covid 19 sejak awal Januari. "Ketika sudah mulai muncul masalah di Tiongkok waktu itu, kami di Jakarta langsung membuat langkah berbicara dengan pengelola rumah sakit rumah sakit di Jakarta. Waktu itu menyosialisasikan tentang gejala gejala dan menyiapkan agar semua fasilitas kesehatan di Jakarta tahu apa yang harus dikerjakan bila menemukan pasien," ucapnya.

Contoh kasus Covid 19 yang dilacak oleh Pemprov DKI adalah kasus pertama positif Covid 19. Saat itu, Pemprov DKI sudah menomori setiap kasus yang dipantau. Anies menyampaikan itu saat berbincang dengan Deddy Corbuzier yang diunggah melalui akun YouTube Deddy pada 27 Maret 2020. "Bapak Presiden mengumumkan ada dua kasus pertama. Dua kasus itu sesungguhnya terjadinya di Jakarta.

KTP nya adalah KTP Depok, tapi interaksinya terjadinya di Jakarta dan itu adalah case yang sudah dipantau oleh kami semua," tutur Anies. Langkah antisipasi Pemprov DKI Jakarta justru berseberangan dengan sikap pemerintah pusat. Anies mengaku bingung dengan sikap pemerintah pusat, dalam hal ini Kementerian Kesehatan RI, yang menyatakan belum ditemukan kasus positif Covid 19 di DKI Jakarta pada periode Januari Februari 2020.

Padahal, kala itu, Pemprov DKI telah memiliki data adanya kasus Covid 19 di Jakarta. Walaupun memiliki perbedaan pandangan, Anies tetap meminta jajarannya untuk melaporkan perkembangan kasus Covid 19 yang mulai meningkat pada periode Januari hingga Februari 2020. "Jumlahnya terus meningkat pada bulan Januari dan Februari. Kemudian kami segera memutuskan, untuk semua orang di kantor kami, jajaran Pemprov DKI Jakarta, mereka semua diberi kewenangan untuk menangani Covid 19 ini," ungkap Anies.

Pemerintah pusat pun tidak mengizinkan Pemprov DKI untuk melakukan pengujian laboratorium terkait Covid 19. Kemenkes hanya mengizinkan Pemprov DKI untuk mengirimkan sampel kasus Covid 19 yang nantinya akan diuji di laboratorium nasional. "Ketika jumlahnya mulai naik terus, pada waktu itu kami tidak diizinkan melakukan pengujian. Jadi, setiap kali kami memiliki kasus, kami mengirimkan sampel ke laboratorium nasional," kata Anies.

Perbedaan pendapat Pemprov DKI dan pemerintah pusat tak berhenti sampai di situ. Kemenkes kembali mengumumkan belum ditemukan adanya kasus Covid 19 di Jakarta saat Pemprov DKI telah mengirimkan beberapa sampel kasus ke laboratorium. "Kemudian, laboratorium nasional akan menginformasikan hasilnya positif atau negatif.

Pada akhir Februari, kami bertanya tanya mengapa (hasilnya) negatif semua," ungkap Anies. Tak setuju dengan hasil Covid 19 yang diumumkan pemerintah pusat, Anies akhirnya memutuskan untuk mengumumkan sendiri hasil pemantauan Pemprov DKI kepada publik. "Pada saat itu saya memutuskan untuk bicara kepada publik dan saya katakan kami telah memantau, ini adalah angkanya," ungkap Anies.

Pernyataan terbuka Anies itu kembali mendapat respons dari Kemenkes RI. Pemerintah pusat tetap menyatakan tidak ada kasus Covid 19 di Jakarta. "Kementerian (Kesehatan) semacam langsung merespons bahwa kami tidak memiliki kasus positif (Covid 19)," ucap Anies. Berdasarkan catatan Kompas.com , pada 11 Februari 2020, Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto memang mengatakan bahwa belum adanyavirus coronayang terdeteksi di Indonesia seharusnya tidak perlu dipertanyakan.

Terlebih lagi, kata dia, pemerintah telah waspada melakukan pencegahan dan deteksi terhadap orang orang yang diduga terpapar viruscorona. "Kita semua waspada tinggi, melakukan hal hal yang paling level kewaspadaannya paling tinggi, dan peralatan yang dipakai juga peralatan internasional," kata Terawan di Kantor TNP2K, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2020). "Kalau tidak (ada temuan virus corona) ya justru disyukuri, bukan dipertanyakan.

Itu yang saya tak habis mengerti, kita justru harus bersyukur Yang Maha Kuasa masih memberkahi kita," lanjut dia Kala itu, Terawan pun berharap tidak ada yang menyangsikan persoalan tersebut. Anies kembali memiliki pendapat yang berbeda dengan pemerintah pusat tentang klaim penurunan kasus Covid 19 di Indonedia.

Sebelumnya, Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 Doni Monardo menyatakan, pembatasan sosial berskala besar atau PSBB di DKI Jakarta berhasil menurunkan penambahan jumlah kasus positif Covid 19 sebesar 39 persen. Hal itu, kata Doni, terlihat dari proporsi kasus positif di Jakarta dengan total kasus secara nasional. Bahkan, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid 19 juga memprediksi pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dilakukan pada Juni atau Juli 2020. Sehingga, kehidupan akan kembali normal pasca pandemi Covid 19 pada Agustus 2020.

Anies kembali menolak pernyataan tersebut. Menurut Anies, laporan penambahan kasus Covid 19 di Indonesia yang disampaikan setiap hari tak dapat dijadikan acuan untuk menyatakan Indonesia telah melewati fase kritis. "Saya belum yakin apakah persebaran data (Covid 19) telah landai (melewati fase kritis). Kita harus menunggu beberapa minggu ke depan untuk menyimpulkan apakah tren itu sudah landai atau kita masih akan bergerak naik," tutur Anies. Anies bahkan mengaku pesimis kehidupan bisa kembali normal pada Agustus 2020 jika melihat persebaran data Covid 19.

"Mengapa saya tidak ingin membuat prediksi? Karena saya melihat data. Itu tidak menunjukkan sesuatu yang akan segera berakhir, itu juga yang dikatakan para ahli epidemiologi. Ini adalah waktu di mana para pembuat kebijakan perlu percaya pada ilmu pengetahuan," ungkap Anies. Oleh karena itu, Anies meminta Kemenkes berani transparan terkait data data pasien positif Covid 19 di Indonesia. Menurutnya, transparasi data dapat membuat masyarakat lebih waspada terhadap penyebaran Covid 19.

Kendati demikian, sejak awal, Kemenkes tidak pernah transparan dalam membeberkan data pasien positif Covid 19 karena tidak ingin membuat masyarakat panik. "Menurut kami, bersikap transparan dan menginformasikan (kepada masyarakat) mengenai apa yang harus dilakukan adalah cara memberikan rasa aman. Namun, Kementerian Kesehatan mempunyai pandangan berbeda, (Kemenkes menilai) transparan akan membuat (masyarakat) panik," ucap Anies.

Ketidakterbukaan data terlihat pada angka kematian Covid 19. Anies mengatakan angka kematian Covid 19 di Jakarta lebih tinggi dibandingkan angka kematian nasional yang dirilis pemerintah pusat selama ini. Hal ini mengacu pada data pemakaman jenazah dengan protokol pemulasaran jasad pasienCovid 19 yang dimiliki Dinas Pertamanan dan Hutan Kota DKI Jakarta. Tercatat 4.300 pemakaman jenazah pada paruh kedua Maret 2020 dan 4.590 pemakaman jenazah pada April 2020.

Jumlah itu menunjukkan adanya kenaikan 1.500 kasus pemakaman jenazah dibanding bulan bulan sebelum pandemi Covid 19 dimana rata rata pemakaman jenazah hanya sekitar 3.000 setiap bulan. "Angka kematian itu menunjukkan dugaan tingginya kasus Covid 19. Jika kita sebut tingkat kematian akibat Covid 19 sebesar 5 sampai 10 persen, maka kemungkinan, ada 15.000 sampai 30.000 kasus positif Covid 19 di Jakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © All rights reserved. | Newsphere by AF themes.